Cover
MENGENAL
IJTIHAT DAN FUNGSINYA SEBAGAI SUMBER PENGEMBANGAN ILMU ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM MADURA
2019
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama allah swt yang maha pengasih
lagi maha panyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-nya,
yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-nya kepada kami, sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ilmiah tentang Ijtihat Dan Fungsinya Sebagai Sumber Pengembangan Ilmu Islam,
Makalah
ilmiah ini telah kami susun dengan
maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar
pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada
semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya
bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata
bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan
kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah
tentang mengenal
al-quran dan fungsinya sebagai sumber ilmu ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi
terhadap pembaca.
Pamekasan 4 November 2019
Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Seiring
dengan waktu dan berkembangnya zaman, banyak bermunculan masalah, terutama
masalah-masalah dalam agama. Sedangkan sebagian besar dari masalah tersebut
belum mendapatkan kejelasan hukum dalam Al-Quran dan As-Sunnah. Maka manusia
berusaha untuk mencari cara untuk memutuskan masalah tersebut tentang baik
buruknya
Dan
dalam bentuknya yang telah mengalami kemajuan, teori hukum Islam (Islamic Legal
Theory) mengenal berbagai sumber dan metode yang darinya dan melaluinya hukum
(Islam) diambil. Sumber-sumber yang darinya hukum diambil adalah Al-Quran dan
As-Sunnah Nabi, yang keduanya memberikan materi hukum. Sedangkan, sumber-sumber
yang melaluinya hukum berasal adalah metode-metode ijtihad dan interpretasi,
atau pencapaian sebuah konsensus ( Ijma’, kesepakatan).Oleh karena itu, penulis
membuat makalah bertemakan ijtihad sebagai solusi dari pengambilan keputusan
hukum-hukum yang tidak terdapat dalam Al-Quran dan As-Sunnah.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Dalam makalah ini penulis
membahas tentang:
1. Apa pengertian dari ijtihad ?
2. Apa kedudukan ijtihad sebagai
sumber hukum Islam ?
3. Apa saja manfaat ijtihad ?
4. Ada berapa metode ijtihad ?
1.3 TUJUAN
Tujuan penulis membahas
kedudukan ijtihad sebagai sumber hukum Islam adalah:
1. Memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam.
2. Membuka wawasan tentang ijtihad sebagai sumber hukum
Islam yang ketiga
3. Mengetahui apa manfaat
ijtihad.
BAB II PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN IJTIHAD
Ijtihad
berasal dari kata ijtahada yang artinya bersungguh-sungguh, rajin, giat
sedangkan jika diteliti makna ja-ha-da artinya adalah mencurahkan segala
kemampuan Jadi dengan demikian Ijtihad adalah berusaha atau berupaya yang
bersungguh-sungguh.
Kemudian
di kalangan ulama perkataan ini khusus digunakan dalam pengertian usaha yang
sungguhsungguh dari seorang ahli hukum dalam mencari tahu tentang hukum-hukum
syari’at. Menurut Wahbah Azzuhaili Ijtihad adalah perbuatan istimbath hukum
syari’at dari segi dalil-dalilnya yang terperinci di dalam syari’at. Imam
Al-Gazali yang diikuti oleh Khudhairy mendefinisikan Ijtihad itu sebagai usaha
sungguh-sungguh dari seorangb mujtahid di dalam rangka mengetahui tentang
hukum syari’at. 4 Kata ijtihad
(ar-ijtihad) berakar dari kata al-Juhd yang berarti al-taqhah (daya, kemampuan,
kekuasaan) atau dari kata al-Jahd yang berarti al masyaqqah (kesulitan,
kesukaran). Dari ijtihad menurut pengertian kebahasaannya bermakna “badal al
wus” wal mahud” (pengerahan daya kemampuan), atau pengerahan segala daya
kemampuan dalam suatu aktivitas dari aktivitas-aktivitas yang sukar dan berat.
Dari
pengertian kebahasaan terlihat dua unsur pokok dalam ijtihad, daya atau
kemampuan 2 objek yang sulit dan berat. Daya dan kemampuan disni dapat
diklasifikasikan secara umum, yang meliputi daya, fisik-material,
mental-spiritual dan intelektual. Ijtihad sebagai terminology keilmuan dalam
Islam juga tidak terlepas dari unsur-unsur tersebut. Akan tetapi karena
kegiatan keilmuan lebih banyak bertumpu pada kegiatan intelektual, maka
pengertian ijtihad lebih banyak mengarah pada pengerahan kemampuan intelektual
dalam memecahkan berbagai bentuk kesulitan yang dihadapi, baik yang dihadapi
individu maupun umat manusia secara menyeluruh. Dalam rumusan definisi ijtihad
yang dikemukakan ibnu Hazm berbunyi; “Ijtihad dalam
syariat
ialah pencurahan kemampuan dalam mendapatkan hukum suatu kasus dimana hukum itu
tidak dapat diperoleh”. Pengeratian Ijtihad secara Etimologi, Ijtihad secara
bahasa berasal dari al-jahd, al-Juhd) dan ath-taqat yang artinya kesulitan,
kesusahan dan juga berupa sesuatu kesanggupan atau kemampuan (al-masyaqat).
Kata
Al-Juhd menunjukkan pekerjaan yang sulit dilakukan (lebih dari pekerjaan
biasa). Oleh sebab itu Ijtihad berarti usaha keras atau pengerahan daya upaya
untuk mendapatkan sesuatu. Sebaliknya usaha yang tidak secara maksimal (tidak
menggunakan daya yang keras tidak disebut dengan Ijtihad Ijtihad menueurt
istilah adalah suatu aktivitas untuk memperoleh pengetahuan (isthimbath) hukum
syara’ dari dalil terperinci dalam syari’at.
Dalam pengertian
Terminologis, Ijtihad berarti”mencurahkan kemampuan untuk mendapatkan hukum
syara’ tentang suatu masalah dari sumber (dalil) hukum yang tafshily
(rinci)5Ijtihad diberlakukan dalam berbagai bidang, yakni mencakup akidah,
mu’amalah (fiqih), dan falsafat. Akan tetapi, yang menjadi permasalahan di sini
adalah mengenai kedudukan hasil ijtihad. Persoalan tersebut berawal dari
pandangan mereka tentang ruang lingkup qath’i tidaknya suatu dalil. Ulama ushul
memandang dalil-dalil yang berkaitan dengan akidah termasuk dalil qath’i,
sehingga dibidang ini tidak dilakukan ijtihad. Mereka mengatakan bahwa
kebenaran mujtahid di bidang ilmu kalam hanya satu. Sebaliknya, golongan
mutakalimin memandang bahwa di bidang ilmu kalam itu terdapat hal-hal yang
zhaniyat, karena ayat-ayat
Al-Qur’an
yang berkaitan dengan persoalan tersebut adalah ayat-ayat mutasyabihat. Oleh
karena itu, dalam menyelesaikan persoalan tersebut diperlukan ijtihad. Bahkan,
mereka menyatakan bahwa setiap mujtahid itu benar; kalaupun melakukan kekeliruan,
ia tetap mendapatkan pahala. Namun, pendapat tersebut ditolak oleh ulama ushul.
Sekalipun samasama menyatakan bahwa setiap mujtahid itu benar, namun kebenaran
disini terbatas dalam bidang fiqih. Menurut Harun Nasution, arti ijtihad
seperti yang telah dikemukakan di atas adalah ijtihad dalam arti sempit. Dalam
arti luas menurutnya, ijtihad juga berlaku pada bidang politik, akidah,
tasawuf, dan falsafah
2.2 IJTIHAD DALAM HAL ILMU PENGETAHUAN
Menurut
Hasan Langgulung, ada lima sumber nilai yang diakui dalam Islam, yaitu
al-Qur’an dan Sunnah Nabi, itulah yang asal. Sumber ketiga yaitu qiyas, artinya
membandingkan masalah yang disebutkan al-Qur’an dan Sunah dengan masalah yang
dihadapi oleh umat Islam pada masa tertentu, tetapi nash yang tegas tidak ada
dalam al-Qur’an, di sini digunakan qiyas. Kemudian sumber keempat adalah
kemaslahatan umum pada suatu ketika yang dipikirkan patut menurut pandangan
Islam. Sedang sumber yang kelima adalah kesepakatan atau ijma’ ulama dan ahli
fikir Islam pada suatu ketika yang dianggap sesuai dengan al-Qur’an dan sunnah.
Pendidikan
Islam merujuk pada tiga sumber, yakni al-Qur'an, hadits, dan ijtihad. Ijtihad
adalah usaha yang dilakukan oleh para ulama (mujtahid) untuk
menetapkan/menentukan sesuatu hukum syari’at Islam terhadap hal-hal yang
ternyata belum ditegaskan hukumnya dalam al-Qur’an dan sunnah. Hal ini sejalan
dengan pendapat Zakiah Daradjat bahwa “landasan pendidikan Islam itu terdiri
dari al-Qur’an dan sunnah Nabi yang dapat dikembangkan dengan ijtihad.
Ijtihad
dalam hal ini dapat meliputi seluruh aspek kehidupan termasuk aspek pendidikan.
Namun demikian, ijtihad harus mengikuti kaidah-kaidah yang diatur oleh para
mujtahid, tidak boleh bertentangan dengan al-Qur’an dan sunnah. Ijtihad dalam
pendidikan harus tetap bersumber dari al-Qur’an dan sunnah yang diolah oleh
akal yang sehat dari para ahli pendidikan Islam. Ijtihad tersebut haruslah
dalam hal-hal yang berhubungan langsung dengan kebutuhan hidup di suatu tempat
pada kondisi dan situasi tertentu. Teori-teori baru dari hasil pendidikan harus
dikaitkan dengan ajaran Islam yang sesuai dengan kebutuhan hidup.
Ijtihad
di bidang pendidikan semakin dibutuhkan, sebab ajaran yang terdapat dalam
al-Qur’an dan sunnah hanya sebatas pokok-pokok dan prinsip-prinsip. Bila
diperinci, maka perincian itu sekedar contoh dalam menerapkan yang prinsip itu
karena sejak diturunkan sampai Nabi Muhammad saw. wafat, ajaran Islam telah
tumbuh dan berkembang melalui ijtihad yang seirama dengan tuntutan perkembangan
jaman.
Dalam
hal ini pemikiran para filsafat, pemimpin dan intelektual muslim yang
berijtihad dalam bidang pendidikan menjadi referensi (sumber) pengembangan
pendidikan Islam. Hasil pemikiran itu baik dalam bidang filsafat, ilmu
pengetahuan, fikih Islam, sosial budaya, pendidikan dan sebagainya menyatu
sehingga membentuk suatu pemikiran dan konsepsi komprehensif yang saling
menunjang khususnya bagi pendidikan Islam. Dalam usaha modernisasi pendidikan
Islam, pemikiran kalangan intelektual pembaharu yang dapat dijadikan referensi
bagi pengembangan pendidikan Islam.
Pergantian
dan perbedaan zaman terutama karena kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi,
yang bermuara kepada perubahan kehidupan sosial, telah menuntut ijtihad dalam
bentuk penelitian dan pengkajian kembali prinsip-prinsip ajaran Islam, apakah
ia boleh ditafsirkan dengan yang lebih relevan dengan lingkungan dan kehidupan
sosial yang tidak boleh diubah, maka lingkungan dan kehidupan sosial yang perlu
diciptakan sehingga sesuai dengan prinsip tersebut. sebaliknya, jika ditafsir,
maka ajaran-ajaran itulah yang menjadi kehidupan muslim. Zaman sekarang sudah
berbeda dengan zaman ketika ajaran Islam pertama kali diterapkan. Di samping
itu diyakini pula bahwa ajaran Islam berlaku di segala zaman dan tempat (shalih
li kulli zaman wa makan), di segala situasi dan kondisi lingkungan sosial.
Kenyataan yang dihadirkan oleh perubahan zaman dan perkembangan IPTEK
menyebabkan kebutuhan manusia semakin meningkat.
Sebagai
makhluk individu dan sekaligus sebagai makhluk sosial, manusia tentu saja mempunyai
kebutuhan individu dan kebutuhan sosial menurut tingkatannya. Dalam kehidupan
bersama mereka mempunyai kebutuhan bersama untuk kelanjutan hidup kelompoknya.
Kehidupan itu meliputi berbagai aspek kehidupan individu dan sosial. Seperti
sistem politik, ekonomi, sosial budaya dan pendidikan, yang tersebut terakhir
adalah kebutuan yang terpenting karena ia menyangkut pembinaan generasi
mendatang dalam rangka memenuhi kebutuhan yang tersebut sebelumnya.
Sistem
pembinaan di satu pihak dituntut agar senantiasa sesuai dengan perkembangan
zaman, ilmu dan teknologi yang berkembang pesat. Di pihak lain dituntut agar
tetap bertahan dalam hal sesuai dengan ajaran Islam. Hal ini merupakan tugas
dan tanggung jawab bagi para mujtahid di bidang pendidikan untuk selalu berijtihad
sehingga teori pendidikan Islam senantiasa relevan dengan tuntutan zaman dan
perubahan.
2.3 LANDASAN HUKUM IJTIHAD
ijtihad
sebagai upaya untuk menemukan hukum tentang sesuatu masalah yang belum
disebutkan secara khusus dalam nash, merupakan kegiatan yang dibenarkan, bahkan
dianjurkan oleh Allah swt, sebagai Pencipta dibenarkan, bahkan dianjurkan oleh
Allah swt, sebagai Pencipta Syari’at dan oleh Rasul-Nya. Pembenaran dan anjuran
ijtihad ini didasarkan atas petunjuk-petunjuk yang dapat dibaca dalam AlQuran
dan Sunnah Rasulnya. Dasar Hukum Ijtihad diantaranya adalah :
1.
Terdapat dalam AlQuran
Surat An-Nisaak ayat 105 yang artinya: “Sesungguhnya kami telah menurunkan
kepadamu AlKitab dengan benar, agar kamu menetapkan di anataranya manusia
dengan jalan yang telah ditunjukkan oleh Allah kepadamu”.
2.
Selanjutnya dalam Surat An-Nisak ayat 59 yang
artinya: “Hai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya. Kemudian jika kamu berlainan
pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah dan Rasul, Jika
kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian”.
3.
Surat An-Nisak ayat: 83
yang artinya: “.... Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri
di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengathui kebenarannya akan dapat
mengetahuinya dari mereka”.
4.
Dalam Hadis di mana Nabi
bersabda ketika Muaz Ibnu Jabbal diutus ke Yaman yang artinya: “ Rasullullah
bertanya “ Dengan apa kamu menghukum?” ia menjawab dengan apa yang ada dalam
AlQuran, rasul bertanya lagi, Jika kamu tidak mendapatkan dalam Kitab Allah?,
Dia menjawab, Aku memutuskan dengan apa yang diputuskan oleh Rasulullan” Rasul
bertanya lagi, Jikatidak mendapat dalam ketetapan Rasulullah? Berkata Muaz.” Aku
Berijtihad dengan pendapatku. Rasulullah bersabda, Aku Bersyukur Kepada Allah
yang telah menyepakati utusan dari
RasulNya”. (HR Abu daud dan al-Tirmidzi)
5.
Dalam hadis lain Nabi
bersabda dalam Hadisnya yang diriwayatkan oleh Umar yang artinya: “ Apabila
hakim memutuskan hukum dan ia berijtihad, kemudian ternyata ijtihadnya benar,
maka ia akan mendapat dua pahala daan jika ijtihadnya keliru maka ia mendapat
satu pahala”. (HR Buhkari dan Muslim)
6.
Dalam Hadis lain yang
artinya: “Umatku tidak akan melakukan kesepakatan terhadap hal yang salah” (HR
al-Tirmidzi)
2.4 METODE IJTIHAD
Ada beberapa metode atau cara untuk melakukan
ijtihad, baik ijtihad dilakukan sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain.
Diantara metode atau cara berijtihad adalah:
a)
Ijma' , adalah persetujuan
atau kesesuaian pendapat para ahli mengenai suatu masalah pada suatu tempat
disuatu masa.
b)
Qiyas, adalah menyamakan
hukum suatu hal yang tidak terdapat ketentuannya didalam Al-Qur'an dan As-Sunah
dengan hal (lain) yang hukumnya disebut dalam Al-Qur'an dan sunnah Rasul karena
persamaan illat-Nya.
Contoh : Larangan meniru khamr yang terdapat dalam
Al-Qur'an surat Al-Maidah ayat 90. Yng menyebabkan minuman itu dilarang adalah
illat-Nya yakni memabukkan. Sebab minuman yang memabukkan, dari apapun ia
dibuat, hukumnya sama dengan khamr yaitu dilarang untuk diminum. Dan untuk
menghindari akibat buruk meminum minuman yang memabukkan itu, mak dengan qiyas
pula ditetapkan semua minuman yang memabukkan, apapun namanya, dilarang diminum
dan dijual belikan untuk umum.
c)
Istidlal, adalah menarik
kesimpulan dari dua hal yang berlainan.
Contoh: Menarik kesimpulan dari adat-istiadat dan
hukum agama yang diwahyukan sebelum islam.
d)
Masalin Al-Mursalah,
adalah cara menemukan hukum suatu hal yang tidak terdapat ketentuannya baik
didalam Al-Qur'an maupun dalam kitab-kitab hadist, berdasarkan pertimbangan
kemaslahatan masyarakat atau kepentingan umum.
Contoh: Pembenaran pemungutan pajak itu masih tetap berlaku selama belum ada
bukti dan saksi yang menyatakan bahwa perjalanan utang piutang telah berakhir.
e)
Istishan, adalah cara menentukan hukum dengan
cara menyimpang dari ketentuan yang sudah ada demi keadilan dan kepentingan
sosial. Atau suatu cara untuk mengambil keputusan yang tepat menurut suatu
keadaan.
Contoh: pencabutan hak milik seseorang atas tanah
untuk pelebaran jalan.
f)
Istisab , adalah menetapkan hukum suatu hal
menurut keadaan yang terjadi sebelumnya, sampai ada dalil yang mengubahnya.
Contoh: Ria mengadakan perjanjian utang piutang
dengan nanda, menurut ria telah dibayar , tanpa menunjukkan bukti atau saksi
dalam kasus ini berdasarkan istisab dapat ditetapkan bahwa ria masih belum
membayar utangnya dan perjanjian ini masih berlaku selama masih belum ada bukti
dan saksi yang menyatakan bahwa perjanjian utang piutang tersebut telah
berakhir.
g)
Urf atau adat istiadat adalah yang tidak
bertentangan dengan hukum islam dapat dikukuhkan tetap harus berlaku bagi
masyarakat yang bersangkutan.
Contoh: melamar wanita dengan memberikan suatu tanda
(pengikat) , pembayaran mahar secara tunai atau utang atas persetujuan kedua
belah pihak dan lain-lain.
2.5 MANFAAT IJTIHAD
Adapun beberapa manfaat Ijtihad adalah sebagai berikut ini:
a)
Ketika
umat Islam menghadapi masalah baru, maka akan diketahui hukumnya.
b)
Menyesuaikan
hukum yang berlaku dalam Islam sesuai dengan keadaan, waktu, dan perkembangan
zaman.
c)
Menentukan
dan menetapkan fatwa atas segala permasalahan yang tidak berhubungan dengan
halal-haram.
d)
Menolong
umat Islam dalam menghadapi masalah yang belum ada hukumnya dalam Islam.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Berdasakan pembahasan
diatas dapat disimpulkan bahwa secara bahasa, ijtihad berarti pencurahan segenap kemampuan untuk
mendapatkan sesuatu. Yaitu penggunaan akal sekuat mungkin untuk menemukan
sesuatu keputusan hukum tertentu yang tidak ditetapkan secara eksplisit dalam
Al-Quran dan As-Sunnah. Kedudukan ijtihad sebagai sumber hukum Islam adalah
sebagai sumber hukum ketiga setelah Al-Quran dan Al-Hadits. Hasil ijtihad
antara lain adalah: qiyas, ijma’, istihsan, mashalihul mursalah, urf, istishab,
dan sududz dzariah.
3,2 SARAN
Diharapkan dari pembahasan
diatas dapat menambah pengetahuan yang lebih mendalam untuk pembaca makalah
terhadap hukum-hukum Islam.
DAFTAR ISI
Ballaq, B. Wael. 2000. Sejarah Teori Hukum Islam. Jakarta : PT
Raja Grafindo Persada.
Khallaf, Abdul Wahhab.
2002. Kaidah-kaidah Hukum Islam.
Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
No comments:
Post a Comment