Thursday, February 13, 2020


MAKALAH
“TENTANG EKSKUTIF”
Dosen pengampu : Khoirul Anwar,SH,MH



Di susun oleh                         :

Moh arfan efendy
2019 0202 000 22
             








PRODI HUKUM FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM MADURA
 2020

KATA PENGANTAR


Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ilmiah tentang ekskutif,
Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang mengenal al-quran dan fungsinya sebagai sumber ilmu ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

Pamekasan, 22 januari 2020



Penyusun










BAB 1
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang

Pemerintahan yang berdaulat merupakan salah satu unsur penting yang harus dipenuhi untuk berdirinya suatu negara. Pemerintahan adalah alat kelengkapan negara yang bertugas memimpin organisasi negara untuk mencapai tujuan. Oleh karenanya pemerintah sering menjadi personifikasi sebuah negara. Pemerintah melaksanakan tujuan negara dengan menjalankan fungsi-fungsinya untuk mencapai kesejahteraan bersama. Dalam menjalankan fungsinya sebagaimana yang dimaksud, maka pemerintah membagi kekuasaan kedalam beberapa organ dengan tujuan adanya pembagian tugas dan kewenangan. Pembagian kekuasaan dalam sistem pemerintahan di Indonesia di bagi menjadi tiga, yaitu kekuasaan perundang-undangan diserahkan kepada lembaga legislatif, kekuasaan pelaksanaan pemerintahan diserahkan kepada lembaga eksekutif, dan kekuasaan pengawasan diserahkan kepada lembaga yudikatif.
 Dalam makalah ini akan membahas salah satu pembagian kekuasaan dalam sistem pemerintahan Indonesia yaitu lembaga eksekutif. Eksekutif adalah cabang pemerintahan yang bertanggung jawab mengimplementasikan atau menjalankan hukum. Dengan kata lain eksekutif  melaksanakan substansi undang-undang yang telah disahkan oleh lembaga legislatif. Kekuasaan eksekutif biasanya dipegang oleh badan eksekutif yang biasanya terdiri dari kepala negara seperti raja atau presiden, beserta menteri-menterinya

1.2    Rumusan Masalah

           Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah :
1.      Apa pengertian dari eksekutif?
2.      Apa saja bentuk-bentuk badan eksekutif negara?
3.       Apa saja wewenang dan kekuasaan badan eksekutif?
4.      Apa saja fungsi-fungsi kekuasaan eksekutif?
5.      Bagaimana pengaruh kekuasaan eksekutif terhadap ajaran trias politika?
6.      Apa hubungan badan eksekutif dan legislatif dalam sistem ketatanegaraan RI?


1.3    Tujuan

Sesuai dengan latar belakang dan rumusan masalah adalah sebagai berikut:
1.      Agar dapat memahami pengertian eksekutif.
2.       Agar dapat mengetahui bentuk-bentuk badan eksekutif Negara
3.       Agar dapat mengetahui wewenang dan kekuasaan badan eksekutif.
4.      Agar dapat mengetahui fungsi-fungsi kekuasaan eksekutif.
5.      Agar dapat memahami pengaruh ajaran trias politika.
6.      Agar dapat mengetahui hubungan badan eksekutif dan legislatif dalam  sistem ketatanegaraan RI.




BAB II
PEMBAHASAN

2.1.       Pengertian Lembaga Eksekutif

             Eksekutif berasal dari kata eksekusi (execution) yang berarti pelaksana. Lembaga eksekutif adalah lembaga yang ditetapkan untuk menjadi pelaksana dari peraturan perundang-undangan yang telah dibuat oleh pihak legislatif. Kekuasaan eksekutif biasanya dipegang oleh badan eksekutif. Eksekutif merupakan pemerintahan dalam arti sempit yang melaksanakan pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan berdasarkan peraturan perundang-undangan dan haluan negara, untuk mencapai tujuan negara yang telah ditetapkan sebelumnya. Organisasinya adalah kabinet atau dewan menteri dimana masing-masing menteri memimpin departemen dalam melaksanakan tugas, wewenang, dan tanggung jawabnya.
 Menurut tafsiran tradisional azas Trias Politica yang dicetuskan oleh Montesquieu, tugas badan eksekutif hanya melaksanakan kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan oleh badan legislatif serta menyelenggarakan undang-undang yang dibuat oleh badan legislatif. Akan tetapi, dalam pelaksanaannya badan eksekutif leluasa sekali ruang-geraknya. Zaman modern telah menimbulkan paradoks, bahwa lebih banyak undang-undang yang diterima oleh badan legislatif dan yang harus dilaksanakan oleh badan eksekutif, lebih luas pula ruang lingkup kekuasaan badan eskekutifnya.

2.2  Bentuk-Bentuk Badan Eksekutif Negara

1.Bentuk-bentuk lembaga eksekutif yang dimaksud adalah sebagai berikut
.Presiden dan Wakil  Presiden.Undang-undang Dasar 1945 yang telah diamandemen, membatasi masa jabatan presiden/wakil presiden selama 2 periode. Presiden memegang kekuasaan pemerintahan (eksekutif) berdasarkan konstitusi. Dalam melakukan tugas tersebut, presiden dibantu wakil presiden. Presiden juga berhak mengajukan rancangan Undang-undang kepada DPR. Selain itu, Presiden juga memiliki kewenangan untuk menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan Undang-undang. Presiden dan Wakil Presiden Indonesia tidak dipilih dan diangkat oleh MPR melainkan langsung dipilih oleh rakyat dalam Pemilu. Presiden dan Wakil Presiden diusulkan partai politik atau gabungan partai politik sebelum Pemilu. Setelah terpilih, periode masa jabatan Presiden adalah 5 tahun, dan setelah itu, ia berhak terpilih kembali hanya untuk 1 lagi periode.
 Presiden dengan persetujuan DPR dapat menyatakan perang, membuat perdamaian, dan perjanjian dengan negara lain. Dalam membuat perjanjian internasional lainnya yang menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara, dan atau mengharuskan perubahan atau pembentukan undang-undang harus dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
Disamping itu, Presiden juga memiliki hak untuk memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung. Grasi adalah pengampunan berupa perubahan, peringanan, pengurangan, atau penghapusan pelaksanaan pidana kepada yang diberikan oleh presiden. Rehabilitasi adalah hak seseorang untuk mendapat pemulihan haknya dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya yang diberikan pada tingkat penyidikan, penuntutan atau peradilan karena ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.
Presiden juga memberikan amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan DPR. Amnesti adalah pernyataan umum (diterbitkan melalui atau dengan undang-undang) yang memuat pencaabutan semua akibat pemidanaan dari suatu perbuatan pidana (delik) tertentu atau satu kelompok perbuatan pidana (delik) tertentu, bagi terpidana, terdakwa yang dinyatakan bersalah melakukan delik-delik tersebut. Abolisi adalah penghapusan terhadap seluruh akibat penjatuhan putusan pengadilan pidana kepada seseorang terpidana, terdakwa yang bersalah melakukan delik.
Gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan lainnya juga diberikan Presiden kepada individu maupun kelompok yang diatur dengan undang-undang. Dalam melakukan tugasnya, Presiden dapat membentuk suatu dewan pertimbangan untuk memberikan nasehat dan pertimbangan kepadanya, dan ini diatur dengan undang-undang.
Menteri adalah pembantu presiden. Ia diangkat dan diberhentikan oleh presiden untuk suatu tugas tertentu. Kementrian di Indonesia dibagi ke dalam 3 kategori yaitu Kementerian Koordinator, Kementrian Departemen, dan Kementrian Negara.
Kementrian Koordinator bertugas membantu presiden dalam suatu bidang tugas. Di Indonesia, menteri koordinator terdiri atas 3 bagian, yaitu : Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan; Menteri Koordinator bidang Perekonomian; Menteri
Koordinator bidang Kesejahteraan Rakyat. Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan bertugas membantu Presiden dalam mengkoordinasikan perencanaan dan penyusunan kebijakan, serta mensinkronkan pelaksanaan kebijakan di bidang politik, hukum, dan keamanan. Fungsi yang ada padanya adalah:
a Pengkoordinasian para Menteri Negara dan Pimpinan Lembaga Pemerintahan Non Departemen (LPND) dalam keterpaduan pelaksanaan tugas di bidang politik dan keamanan, termasuk permasalahan dalam pelaksanaan tugas.
b. Pengkoordinasioan dan peningkatan keterpaduan dalam penyiapan dan perumusan kebijakan pemerintahan Kantor Menteri Negara, Departemen, dan Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) di bidang politik dan keamanan.
c. Penyampaian laporan hasil evaluasi, saran, dan pertimbangan di bidang tugas dan Menteri Negara. Menteri Negara bertugas membantu presiden dalam merumuskan kebijakan dan koordinasi terhadap kebijakan seputar bidang. Menteri Negara RI terdiri atas 10 bidang strategis yang harus dipimpin seorang menteri negara. Ke-10 bidang tersebut adalah :
a) Menteri Negara Riset dan Teknologi,
b) Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah,
c) Menteri Negara Lingkungan Hidup,
d) Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan,
e) Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara,
f) Menteri Negara Pembangunan Daerah Tertinggal,
g) Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional,
h) Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara,
i) Menteri Negara Perumahan Rakyat, dan
j) Menteri Negara Pemuda dan Olahraga.
 Menteri Departemen Menteri Departemen, adalah para menteri yang diangkat presiden dan mengatur bidang kerja spesifik. Menteri Departemen mengepalai satu departemen. Di Indonesia kini dikenal ada 21 Departemen yang dipimpin seorang menteri. Departemen-departemen tersebut adalah :
a) Sekretaris Negara b) Dalam Negeri c) Luar Negeri d) Pertahanan e) Hukum dan HAM f) Keuangan g) Energi dan Sumber Daya Mineral h) Perindustrian i) Perdagangan j) Pertanian k) Kehutanan l) Perhubungan m) Kelautan dan Perikanan n) Tenaga Kerja dan Transmigrasi o) Pekerjaan Umum p) Kesehatan q) Pendidikan Nasional r) Sosial s) Agama t) Kebudayaan dan Pariwisata u)  Komunikasi dan Infomatika
 Lembaga Setingkat Menteri
Lembaga Setingkat Menteri adalah lembaga-lembaga yang secara hukum berada di bawah Presiden. Namun, lembaga ini memiliki karakteristik tugas khas yang membutuhkan tata cara pengurusan tersendiri. Di Indonesia, lembaga setingkat menteri terdiri atas :
a) Sekretaris Kabinet
b) Kejaksaan Agung
c) Tentara Nasional Republik Indonesia
d) Kepolisian Negara Republik Indonesia
 Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND)
LPND mirip dengan kementrian departemen, akan tetapi lebih sempit wilayah yang dibidangi dan biasanya dikepalai oleh seorang Kepala. LPND yang dikenal di Indonesia adalah :
a) Arsip Nasional Republik Indonesia
b) Badan Intelijen Negara
c) Badan Kepegawaian Negara
d) Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional
e) Badan Koordinasi Penanaman Modal
f) Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional
g) Badan Metereologi dan Geofisika
h) Badan Pengawasan Obat dan Makanan
i) Badan Pengawasan Perdagangan Berjangka Komoditi
j) Bedan Pengawas Tenaga Nuklir
k) Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan
l) Badan Pengembangan Kebudayaan dan Pariwisata
m) Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
n) Badan Pertanahan Nasional
o) Badan Pusat Statistik
p) Badan Standarisasi Nasional
q) Badan Tenaga Atom Nasional
r) Badan Urusan Logistik
s) Lembaga Administrasi Negara
t) Lembaga Ilmu Pengetahuan Nasional
u) Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional
v) Perpustakaan Nasional Republik Indonesia

2.3  Wewenang dan Kekuasaan Badan Eksekutif

          Wewenang menurut Miriam Budiardjo mencangkup beberapa bidang:
1.      Administratif, yakni kekuasaan untuk melaksanakan undang-undang dan peraturan perundangan  lainnya dan menyelenggarakan administrasi negara.
2.      Legislatif, yaitu membuat rancangan undang-undang dan membimbingnya dalam badan  perwakilan rakyat sampai menjadi undang-undang.
3.      Keamanan, artinya kekuasaan untuk mengatur polisi dan angkatan bersenjata, menyelenggarakan        perang, pertahanan negara, serta keamanan dalam negeri.
4.       Yudikatif, memberikan grasi dan amnesti, dan sebagainya.
5.      Diplomatik, yaitu kekuasaan untuk menyelenggarakan hubungan diplomatik dengan negara-  negara lain.
Wewenang dan kekuasaan eksekutif yaitu Presiden juga di jelaskan dalam Undang-Undang Dasar 1945 mengenai penyelenggaraan pemerintah Negara yang tertinggi. Tanggung jawab pelaksanaan pemerintahan berada pada Presiden.
Berikut kekuasaan Presiden dijelaskan dalam Undang-Undang Dasar 1945 (amandemen):
Pertama: Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 4
·         Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurutUndang-Undang Dasar.
·          Dalam melaksanakan kewajibannya Presiden dibantu oleh satu orang Wak Presiden.
Kedua:  Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 5
·         Presiden berhak mengajukan rancangan Undang-Undang kepada Dewan
 Perwakilan Rakyat.
·         Presiden menetapkan Peraturan Pemerintah untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya.
Kewenangan Presiden sesuai dengan Pasal 5 UUD amandemen adalah mengajukan rancangan Undang-Undang, yang kewenangan sebelum diamandemen Presiden berhak membentuk Undang-Undang.
Ketiga:  Presiden memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat,Angkatan Laut dan Angkatan Udara (Pasal 10 UUD 1945 amandemen).
Keempat: Presiden berhak menyatakan perang dan menyatakan bahaya (Pasal 1 UUD 1945 amandemen).
Kelima: Presiden berwenang mengangkat duta, konsul dan menerima duta dari  Negara lain (Pasal 13 UUD 1945 amandemen).
Keenam: Presiden berwenang memberi grasi, rehabilitasi, abosili dan amnest (Pasal 14 UUD 1945 amandemen).
Ketujuh: Presiden berwenang untuk memberi gelar dan tanda jasa.
 Presiden sebagai pelaksanaan semua keputusan yang dikeluarkan  lembaga tertinggi Negara yaitu MPR, seakan-akan Presiden mempunyai kekuasaan yang tidak terbatas dalam melaksanakan pemerintahan, kekuasaan presiden itu sendiri dibatasi dengan berbagai ketentuan. Karena luasnya tugas Presiden dalam pelaksanaan pemerintahan, maka dalam melaksanakan tugasnya presiden berhak untuk mengangkat Presiden maka menteri harus bertanggung jawab kepada Presiden. Pertanggung jawaban menteri kepada Presiden ini bukan bentuk tanggung jawab secara yuridis akan tetapi pertanggung jawaban secara organisatoris, artinya bukan pertanggung jawaban sebagai mana tanggung jawab Presiden kepada MPR setiap akhir jabatannya.

2.4  Fungsi-Fungsi Kekuasaan Eksekutif

Fungsi-fungsi kekuasaan eksekutif ini garis besarnya adalah : Chief of state, Head of government, Party chief, Commander in chief, Dispenser of appointments, dan Chief legislators.
a          Chief of State, artinya kepala negara, jadi seorang Presiden atau  Perdana Menteri merupakan kepada suatu negara, simbol suatu negara. Apapun tindakan seorang Presiden atau Perdana             Menteri, berarti tindakan dari negara yang bersangkutan. Fungsi sebagai kepala negara ini misalnya dibuktikan dengan memimpin upacara, peresmian suatu kegiatan, penerimaan duta besar, penyelesaian konflik, dan sejenisnya.
 b          Head of Government, artinya adalah kepala pemerintahan. Presiden atau Perdana Menteri yang melakukan kegiatan eksekutif sehari-hari. Misalnya mengangkat menteri-menteri, menjalin perjanjian dengan negara lain, terlibat dalam keanggotaan suatu lembaga internasional, menandatangi surat hutang dan pembayarannya dari lembaga donor, dan sejenisnya. Di dalam tiap negara, terkadang terjadi pemisahaan fungsi antara kepala negara  dengan kepala pemerintahan.
c.       Party Chief, berarti seorang kepala eksekutif sekaligus juga merupakan kepala dari suatu partai yang menang pemilu. Fungsi sebagai ketua partai ini lebih mengemuka di suatu negara yang menganut sistem pemerintahan parlementer. Di dalam sistem parlementer, kepala pemerintahan dipegang oleh perdana menteri yang berasal dari partai yang menang pemilu.
d.       Commander in Chief adalah fungsi mengepalai angkatan bersenjata. Presiden atau perdana menteri adalah pimpinan tertinggi angkatan bersenjata. Seorang presiden atau perdana menteri, meskipun tidak memiliki latar belakang militer memiliki peran ini. Namun, terkadang terdapat pergesekan dengan pihakmiliter jika yang menjadi presiden ataupun perdana menteri adalah  orang bukan kalangan militer.
e.      Dispenser of Appointment merupakan fungsi eksekutif untuk menandatangani perjanjian dengan negara lain atau lembaga internasional. Dalam fungsi ini, penandatangan dilakukan oleh presiden, menteri luar negeri, ataupun anggota-anggota kabinet yang lain, yang diangkat oleh presiden atau perdana menteri.
f.        Chief Legislation, adalah fungsi eksekutif untuk mempromosikan diterbitkannya suatu undang-undang. Meskipun kekuasaan membuat undang-undang berada di tangan DPR, tetapi di dalam sistem tata negara dimungkinkan lembaga eksekutif mempromosikan diterbitkannya suatu undang-undang oleh sebab tantangan riil dalam implementasi suatu undang-undang banyak ditemui oleh pihak yang sehari-hari melaksanakan undang-undang tersebut

2.5  Kekuasaan Eksekutif Dalam Ajaran Trias Politika

            Biasanya, dalam sistem politik, struktur dibedakan atas kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Ini menurut ajaran trias politika, meskipun tidak banyak negara yang menerapkan ajaran ini secara murni. Dalam perkembangannya, negara-negara demokrasi modern cenderung menggunakan asas pembagian kekuasaan dibandingkan dengan menggunakan asas pemisahan kekuasaan murni sebagaimana diajarkan oleh John Locke, kekuasaan negara dibagi menjadi tiga yakni kekuasaan legislatif,kekuasaan eksekutif,dan kekuasaan federatif. Masing-masing kekuasaan ini terpisah satu dengan yang lain.
            Kekuasaan eksekutif merupakan kekuasaan melaksanakan undang-undang dan di dalamnya termasuk kekuasan mengadili. Miriam Budiardjo mengatakan,”Tugas badan eksekutif menurut tafsiran tradisional trias politika hanya melaksanakan kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan oleh badan legislatif serta menyelenggarakan undang-undang yang dibuat oleh badan legislatif”.
Eksekutif berasal dari bahasa Latin, execure yang berarti melukakan atau melaksanakan. Kekuasaan eksekutif biasanya dipegang oleh badan eksekutif. Di negara demokratis, badan eksekutif biasanya terdiri atas kepala negara seperti raja atau presiden. Badan eksekutif dalam arti luas juga mencakup para pegawai negeri sipil dan militer.
 Dalam sistem presidensial mentri-mentri merupakan pembantu presiden dan dipilih olehnya, sedangkan dalam sistem parlamenter para mentri dipimpin oleh seorang perdana mentri.
Tipe Lembaga eksekutif terbagi menjadi dua, yakni:
a  Hareditary Monarch yakni pemerintahan yang kepala negaranya dipilih berdasarkan keturunan.           Contohnya adalah Inggris dengan dipilihnya kepala negara dari keluarga kerajaan.
b. Elected Monarch adalah kepala negara biasanya president yang dipilih
 oleh badan legislatif ataupun lembaga pemilihan Sistem Lembaga Eksekutif terbagi menjadi dua:
a. Sistem pemerintahan parlementer kepala negara dan kepala pemerintahan terpisah. Kepala   pemerintahan dipimpin oleh perdana  menteri, sedangkan kepala negara dipimpin oleh presiden. Tetapi kepala  negara disini hanya berfungsi sebagai simbol suatu negara yang berdaulat.
b. Sistem pemerintahan presidensial kepala pemerintahan dan kepala negara,  keduanya dipengang oleh presiden.
Kekuasaan eksekutif dipengaruhi oleh:
1.     Sistem pemerintahan
-       Presidensiil.  Hubungan di dalam sebuah trias politika tidak dapat saling menjatuhkan. Contoh: Indonesia 2004- sekarang.
-       Parlementer. Ada bagian di dalam sebuah trias politika yang dapat menjatuhkan bagian lain, yaitu legislatif terhadap eksekutif riil.Contoh: Indonesia pada era parlementer.
-       Presidensiil semu: eksekutif  tidak dapat dijatuhkan  oleh  pengemban  kekuasaan  legislatif. Namun ironisnya, ada lembaga tertinggi  negara   yang notabene adalah bagian dari legislatif dan dapat menjatuhkan      eksekutif. Contoh: Indonesia pada masa Orde Baru.
-      Parlementer semu: eksekutif riil merupakan bagian dari legislatif  karena ia dipilih oleh legislatif (parlemen) dan konsekuensinya dapat dijatuhkan parlemen. Namun, parlemen ternyata dapat juga  dibubarkan oleh eksekutif, tepatnya eksekutif nominal. Contoh:
 Perancis, dimana PM dapat dipecat parlemen, dan parlemen dapat  dibubarkan presiden sekaligus mempercepat pemilu legislatif.
2.     Jenis eksekutif
-       Eksekutif riil adalah bagian dari eksekutif yang menjalankan roda pemerintahan. Contoh: kepala         pemerintahan.
-       Eksekutif nominal adalah bagian dari eksekutif yang menjalankan kekuasaan simbolik dan                  seremonial. Contoh: kepala negara.
3.      Fungsi dasar eksekutif
-    Kepala negara. Tugas utama: menjadi simbol negara dan memimpin kegiatan seremonial Kenegaraan.
-     Kepala pemerintahan. Tugas utama: memimpin kabinet (menjalankan pemerintahan).
4.     Konsekuensi dari implementasi prinsip kekuasaan yang mempengaruhi pola     hubungan dalam trias politika.
-       Pemisahan kekuasaan.
-       Pembagian kekuasaan.
5.     Asas pemerintahan yang diaplikasikan eksekutif
-       Sentralisasi
-       desentralisasi
-       dekonsentrasi
-       medebewind

2.6  Hubungan Badan Eksekutif dengan Badan Legislatif

 DPR sebagai lembaga legislatif adalah badan atau lembaga yang berwenang untuk membuat Undang-Undang dan sebagai kontrol terhadap pemerintahan atau eksekutif, sedangkan Eksekutif atau Presiden adalah lembaga yang berwenang untuk menjalankan roda pemerintahan. Dari fungsinya tersebut maka antara pihak legislatif dan eksekutif dituntut untuk melakukan kerjasama, apalagi di Indonesia memegang prinsip Pembagian Kekuasaan. Dalam hal ini, maka tidak boleh ada suatu kekuatan yang mendominasi.
 Dalam setiap hubungan kerjasama pasti akan selalu terjadi gesekan-gesekan, begitu juga dengan hubungan antara eksekutif dan legislatif. Legislatif yang merupakan wakil dari partai tentunya dalam menjalankan tugasnya tidak jauh dari kepentingan partai, begitu juga dengan eksekutif yang meskipun dipilih langsung oleh rakyat tetapi secara historis presiden memiliki hubungan dengan partai, presiden sedikit banyak juga pasti mementingkan kepentingan partainya. Akibatnya konflik yang terjadi dari hubungan eksekutif dan legislatif adalah konflik kepentingan antar partai yang ada.
Hubungan eksekutif dan legislatif pada masa sebelum amandemen Undang-Undang Dasar 1945 atau dengan kata lain pada masa Orde Baru, adalah sangat baik. Bisa dikatakan demikian karena hampir tidak ada konflik antara Eksekutif dan Legislatif pada masa itu. Soeharto sebagai pemegang tampuk kekuasaan pada masa itu menggunakan topangan superioritas lembaga eksekutif terhadap DPR dan peran dwifungsi ABRI menghasilkan kehidupan politis yang stabil. DPR yang tentunya sebagian besar dari Fraksi Golongan Karya, selalu ‘manut’ dengan apa yang ditentukan oleh Soeharto. Hal ini sangat berbeda dengan masa setelah Orba, yaitu pada masa reformasi. Legislatif tidak mau lagi hanya berdiam diri, menuruti segala apa yang dikatakan presiden. Bahkan cenderung kekuatan legislatif kini semakin kuat. Hal ini bisa dilihat ketika DPR menjatuhkan impeachment terhadap Gus Dur.
 Amandemen Undang-Undang Dasar 1945 mengenai pemilihan eksekutif dalam hal ini presiden dan wakil presiden dan pemilihan legislatif dalam hal ini anggota DPR yang telah mengubah pola atau sistem yaitu dengan pemilihan langsung oleh rakyat. Perubahan sistem pemilihan ini ternyata juga berpengaruh terhadap relasi atau hubungan antara Presiden dengan anggota DPR itu sendiri. Pengaruh yang dimaksud disini adalah tentang relasi antara Presiden dan anggota DPR yang tidak kunjung membaik. Dengan pemilihan dari rakyat langsung, membuat Presiden dan anggota DPR merasa mempunyai legitimasi ataupun mempunyai hak bahwa dirinya adalah wakil dari rakyat langsung dan merasa punya dukungan penuh dari rakyat. Perasaan yang seperti ini, maka bisa jadi mendorong presiden menjadi kurang bertoleransi dengan kelompok oposisi. Hal ini membuat keegoisan antara Presiden dan anggota DPR menjadi semakin kuat. Bertolak dari pandangan Linz dan Cile tentang sistem multipartai dalam sistem presidensil, maka bisa jadi hubungan yang tidak kunjung membaik antara presiden dengan legislatif karena sistem tersebut. Linz menyatakan bahwa jika dalam sistem seperti disebut di atas, maka hubungan antara eksekutif dan legislatif akan mengalami deadlock. Cile juga berpandapat serupa bahwa deadlock bisa terjadi dan itu akan menghalangi proses demokrasi.
 Hubungan atau relasi presiden dengan anggota DPR, bisa juga disebabkan oleh sistem presidensil pada pemerintahan Indonesia. Disini dapat dijelaskan bahwa sistem presidensil yang tidak mengenal adanya mosi tidak percaya, apabila suatu ketika ada konflik atau masalah dengan legislatif, eksekutif tidak perlu takut dengan adanya penggulingan kekuasaan, karena DPR tidak bisa memberikan mosi tidak percaya. Dari sinilah, maka perselisihan antara presiden dengan anggota DPR bisa terus berlanjut tanpa ada suatu ‘ketakutan’ eksekutif akan kekuasaannya.
  Hubungan yang tidak sehat antara eksekutif dan legislatif memang selalu terjadi di setiap pemerintahan. Dulu semasa pemerintahan Orde Baru, ada Sri Bintang Pamungkas, masa Gus Dur sangat terlihat karena dengan adanya impeachment terhadap Gus Dur, dan sekarang pada masa SBY-JK, diantaranya adalah intepelasi DPR terhadap penggantian panglima TNI oleh Presiden SBY, soal impor beras pada masa SBY, tentang pemilihan Gubernur BI, tentang Iran, dan sebagainya.
Relasi antara eksekutif dan legislatif pada masa pemerintahan SBY-JK ini patut dicermati. Hal ini terkait karena pada pemilihan presiden 2004 lalu, SBY-JK terpilih dari partai kecil dan dukungan minoritas di legislatif (DPR). Presiden SBY kemudian membentuk kabinet Indonesia Bersatu yang bukan merupakan kabinet keahlian melainkan kabinet koalisi. Hal ini dilakukan SBY karena dia dan wakilnya berasal dari partai kecil maka dia berusaha untuk mencegah rongrongan dari DPR dengan membentuk kabinet koalisi dari partai-partai. Hal ini juga menimbulkan adanya fenomena ‘dua kaki’, yaitu partai dimana wakilnya menduduki menteri dalam kabinet Indonesia Bersatu, dan sementara di dalam DPR, partai ini menjadi partai oposisi.
 Kasus SBY-JK dimana mereka terpilih dari partai kecil mengharuskan SBY-JK menjalin hubungan yang baik dengan DPR. Hal ini disebabkan oleh banyaknya aspek yang memerlukan kompromi politik dengan DPR, misalnya dalam penetapan anggaran Bila hubungan tidak berjalan dengan baik, maka sangat mungkin sering terjadi penolakan-penolakan oleh DPR terhadap pengajuan anggaran ataupun pengajuan kebijakan ataupun RUU, dan lain-lain. Penolakan-penolakan ini tentunya akan membuat pemerintahan berjalan dengan tidak efektif.
 Hubungan eksekutif dan legislatif yang tidak menunjukkan sinyal positif disebabkan oleh keegoisan di masing-masing pihak dimana mereka sama-sama merasa mempunyai legitimasi yang kuat karena dipilih langsung oleh rakyat. Hal ini seharusnya tidak boleh terjadi. Seharusnya eksekutif dan legislatif selalu bekerjasama dimana yang satu menjadi pelaksana dan yang satu menjadi kontrol terhadap pelaksanaan kebijakan. Hal ini tentunya akan lebih baik dibandingkan hubungan yang saling menjatuhkan dan ujungnya sebenarnya tidak berpihak kepada rakyat hanya kepentingan kelompok masing-masing saja. Namun, terlepas dari itu semua, hubungan antara eksekutif dan legislatif ini memang sedang mencari jati dirinya karena kita semua sedang belajar tentang demokrasi.


BAB III
PENUTUP

3.1.       Kesimpulan

 Lembaga eksekutif adalah lembaga yang ditetapkan untuk menjadi pelaksana dari peraturan perundang-undangan yang telah dibuat oleh pihak legislatif. Kekuasaan eksekutif biasanya dipegang oleh badan eksekutif. Menurut tafsiran tradisional azas Trias Politica yang dicetuskan oleh Montesquieu, tugas badan eksekutif hanya melaksanakan kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan oleh badan legislatif serta menyelenggarakan undang-undang yang dibuat oleh badan legislatif.

3.2        Saran

Agar kekuasaan lembaga eksekutif dalam sistem pemerintahan di  Indonesia dapat terealisasi secara optimal dan efektif, dibutuhkannya hubungan kerja sama antar lembaga lainnya. Agar terciptanya suatu pemerintahan yang diingikan oleh Indonesia. Dimana pemerintahan yang  menjalankan undang-undang harus sesuai dengan tata pemerintah.


DAFTAR PUSTAKA

Budiardjo, Miriam. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Syah, Mudakir Iskandar. 2008. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Surabaya: Sagung        Seto
Undang-Undang Dasar 1945
Permatasari,NurHanunggrah.2012.Badan Eksekutif di Indonesia.[online]http://nhpermatasari. blogspot.com/2012/6/badan-eksekutif-di indonesia.html (diakses 15 Maret 2014).
Suratman. 2012. Political Photography: Lembaga Eksekutif, [online]
    http://politicalphotography.blogspot.com/2012/11/lembaga eksekutif.html# (diakses 11 Maret             2014).
Wikipedia Indonesia. Eksekutif, [online] http://id.wikipedia.org/wiki/Eksekutif
    (diakses 11 Maret 2014).
2012. Badan Eksekutif Indonesia, [online] http://dgchuank.blogspot.com/2012/07/
     badan-eksekutif-indonesia.html(diakses 15 Maret 2014).